WADUK DARMA TETAP MENGGELIAT

Perairan tenang dan perahu kayu yang lamban membuat penumpang sedikit melamun saat mengarungi Waduk Darma, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Minggu (6/5/2012) pagi. Jajaran bukit yang mengelilingi waduk menimbulkan perasaan kecil di dalam sanubari. Mungil dan rapuh, ibarat dadu terapung di dalam sebuah mangkuk yang besar.

Sementara itu, di buritan, tampak muda-mudi asyik bercengkerama mencari kehangatan. Uus (28), tukang perahu yang menjalankan perahu wisata, rupanya sengaja melambatkan perahu. Bagi wisatawan muda-mudi, suasana sedikit muram itu justru membuat mereka ingin berlama-lama di tengah waduk.

Berada sekitar 12 kilometer (km) di barat daya pusat kota, Waduk Darma menawarkan bentang alam yang segar, jauh dari hiruk pikuk kemacetan dan sengatan tajamnya Matahari wilayah pantai utara (pantura).

Lokasi waduk yang berada di bawah kaki Gunung Ciremai, sekitar 715 meter di atas permukaan laut, memungkinkan kawasan ini berhawa lebih sejuk daripada pusat Kota Kuningan dan sentra pantura Jabar di Kota Cirebon. Temperaturnya berkisar 18-30 derajat celsius.

Untuk mencapai Waduk Darma dari Cirebon yang berjarak 47 km diperlukan waktu paling lama 75 menit. Harga tiket masuk hanya Rp 6.000.

Menurut catatan Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kabupaten Kuningan selaku pengelola danau buatan ini, Waduk Darma rata-rata dikunjungi 10.000 orang per bulan pada tahun ini. Itu bisa dilihat dari pendapatan tiket masuk yang rata-rata Rp 50 juta per bulan. Capaian ini ternyata naik jika dibandingkan tahun 2011 yang Rp 25 juta per bulan.

Agaknya Waduk Darma menjadi semacam oase bagi warga pantura Jabar yang sehari-harinya berjibaku dengan panasnya cuaca pesisir dan bentang alam horizontal yang keras atau ”itu-itu” saja. Danau buatan seluas 425 hektar (ha) ini menjadi tempat pelarian favorit mereka. Namun, banyak juga wisatawan datang dari Jakarta, Bandung, dan luar daerah, seperti Tegal dan Brebes di Jawa Tengah.

Bagi pelancong yang sudah sampai di lokasi, berkeliling waduk dengan menumpang perahu hampir pasti menjadi tujuan pertama. Dengan Rp 10.000 per orang, mereka bisa menikmati pemandangan bukit yang hijau segar nun jauh di sana, serta berkecipak air dari atas perahu yang malu-malu melaju.

Pelancong bisa menikmati jajanan dari warung-warung rakyat di sana. Duduk-duduk di tepian waduk sambil menyeruput kopi dan mata menatap jauh ke tengah. Ah... rasanya sudah hampir seperti semedi sederhana.

Lambat dikembangkan
Ketenangan dan kekosongan semacam itu rupanya telah bertransformasi menjadi kegelisahan industri wisata. Itu yang dirasakan Enci (37), pemilik salah satu warung di sana. Ia sebaliknya menginginkan Waduk Darma agar lebih ramai. ”Di sini pasti lebih ramai kalau ada tontonan rutin, seperti panggung musik, kesenian, atau bazar,” katanya yang tinggal di Desa Jagara, Kecamatan Darma.

Lebih banyak pengunjung artinya lebih banyak pembeli. Uus, si tukang perahu, juga berharap yang sama. Saat ramai, Uus dan dua rekan lainnya bisa meraup sampai Rp 500.000 per hari. Di hari-hari biasa pendapatan itu bisa anjlok sampai Rp 100.000 per hari. ”Kadang-kadang malah tak ada penumpang sama sekali,” ujarnya.

Waduk Darma sejak diresmikan tahun 1961 memang dibangun di atas urat nadi ribuan warga yang ketika itu merelakan ratusan hektar sawahnya untuk proyek tersebut. Kini, Waduk Darma ganti membayar derma dengan menjadi gantungan hidup ratusan warga Kecamatan Darma.

Menurut spesifikasinya, waduk ini digunakan untuk mengairi 22.060 hektar sawah di pantura. Debit air yang ditampungnya sampai 42 juta meter kubik. Namun, akibat sedimentasi yang parah kini hanya mampu menampung 39,5 juta kubik.

Direktur Utama PDAU Kabupaten Kuningan Rafian Joni mengakui Waduk Darma tergolong lambat. Sekalipun potensinya besar dengan bentang alam yang menarik dan didukung cuaca yang sejuk, kawasan wisata ini bisa dibilang masih dikelola ”seadanya”.

Persis seperti diungkapkan Enci, panggung wisata Waduk Darma memang sepi-sepi saja. Kondisi itu membuat pilihan wisata di Waduk Darma menjadi terbatas. ”Saya paling suka berkeliling naik perahu saja di waduk. Bisa berhenti dulu membeli ikan di jaring apung di tengah waduk dan lihat-lihat pemandangan. Kalau anak-anak sih main-main aja di taman,” kata Sri Ayu Ningsih (31), ibu dua anak yang Minggu itu mengajak adik dan anak perempuannya berwisata ke Darma.

Berusaha bangkit
Untuk membangkitkan kembali gairah wisata di Waduk Darma perlu biaya besar. Pemkab Kuningan tahun ini menganggarkan Rp 1 miliar untuk memperbaiki jalur pejalan kaki (pedestrian), tempat bermain anak-anak, serta jalur terbuka untuk kafe dan restoran.

Dalam desain PDAU Kabupaten Kuningan, di Waduk Darma akan dibangun sebuah hotel dan resor besar dengan nilai investasi Rp 60 miliar. Proyek diperkirakan selesai lima tahun ke depan. Targetnya menjadikan Waduk Darma pusat wisata dan olahraga air di Indonesia.

Kesadaran untuk menggerakkan wisata Waduk Darma didasari kenyataan bahwa Kuningan kini mengandalkan pendapatannya pada pariwisata dan konservasi alam. Posisinya sebagai lahan tangkapan air di pantura membuat kabupaten tersebut bergantung banyak pada wisata. Waduk Darma yang indah dan damai jadi pintu awal menuju ke arah sana. Selamat berwisata!

 Oleh Rini Kustiasih
Kompas, 10 Juli 2012

Popular Posts

counter