Kawasan wisata Trawas seolah kalah pamor dibandingkan dengan kawasan wisata lainnya di Indonesia . Namun, sebagai alternative tujuan wisata kawasan ini patut juga dikunjungi. Di sana kita tak cuma berwisata alam, tetapi juga bisa belajar Iingkungan hidup dan sejarah.
Kalau Anda pribadi yang cinta lingkungan, kawasan wisata Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, bisa menjadi tujuan wisata yang cocok. Letaknya sekitar 60 km dari Surabaya atau sekitar 45 km dari Malang. Alamnya asri.Udaranya sejuk dan bersih. Suasananya tenang. Tak heran kalau kawasan ini menjadi pilihan kaum berduit untuk mendirikan vila. Di kawasan ini, Anda dapat mengunjungi air terjun Diundung, PPLH Seloliman, dan Candi Petirtaan Jalatunda.
Mari kita kunjungi satu persatu.
Air terjun Diundung terletak di Desa Klemoko, Trawas. Ketinggian air terjunnya sekitar 23 m. Air terjun ini berada di kaki Gunung Welirang. Ia berada di kawasan wisata dalam hutan yang didominasi pohon pinus seluas 1.600 ha milik Perhutani KPH Pasuruan, Kabupaten Mojokerto. Luas kawasan wisata air terjun Diundung sendiri sekitar 4,5 ha. Selain air terjun, di kawasan ini juga terdapat areal untuk bersantai serta camping ground yang cukup luas dan nyaman.
Untuk memasuki kawasan wisata ini, kita cukup membayar tiket masuk seharga Rp 3.600,- per orang. Kalau mengendarai kendaraan, kita juga mesti membayar tiket masuk untuk kendaraan itu, Rp 2.000,- per mobil dan Rp 1.000,- per sepeda motor.
Begitu memasuki gerbang kita akan melewati jalan aspal mendaki sejauh 1 km, dengan pemandangan hutan pinus dan persawahan, sebelum tiba di pelataran parkir kendaraan bermotor. Tempat parkir motor bisa menampung lebih dan 50 sepeda motor. Sementara, areal parkir mobil cuma mampu menampung sekitar 5 mobil sedan atau minibus. Di sisi areal parkir terdapat warung makan. Di Warung ini dijual beragam makanan, dari makanan ringan hingga bakso, serta minuman penghangat seperti kopi atau teh dan minuman dalam kemasan.
Sekitar 30 m dari sana, terdapat saung permanen berukuran sekitar 5 x 5 m yang berlantai keramik. Di sinilah kita dapat duduk-duduk santai sebelum atau sesudah menikmati indahnya air terjun Diundung.
Dari tempat parkir menuju air terjun kita mesti melalui jalan setapak yang telah diplester selebar 1 m. Kalau dalam keadaan basah, jalan tersebut terasa agak licin, sehingga kita mesti berhati-hati agar tidak terpeleset. Di kiri-kanan jalan tampak alam yang masih asli dengan berbagai jenis tanaman, dari perdu hingga tanaman keras.
Di bagian bawah air terjun, air bening tampak menggenang sebelum mengalir ke sungai kecil menuju ke bagian yang lebih rendah. Untuk keselamatan, kita dianjurkan tidak mendekati tempat jatuhnya air. Kita cukup main air, berendam, atau mandi di tepi”kolam” penampungan air terjun itu. Kalau sudah begitu, segala beban kehidupan
bisa terlupakan.
Berekreasi dan belajar Iingkungan
Dari menikmati sejuknya udara dan asrinya alam di sekitar air terjun Diundung, perjalanan dapat dilanjutkan ke Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman. Lokasinya di Desa Seloliman, di lereng barat Gunung Penanggungan dengan ketinggian 350 - 400 mdpl. Jarak dan air terjun Diundung kira-kira 15 km butuh waktu 30 menit perjalanan dengan mobil.
Asal tahu saja, PPLH Seloliman ini didirikan oleh Yayasan Indonesia Hijau (YIH, berdiri pada 1978) pada 1990 sebagai pusat kegiatan pendidikan ligkungan. “Semua kegiatan dilakukan di dalam center ini. Mulai dari pengelolaan hutan tropis, pencemaran lingkungan, pengolahan sampah, pertanian organik, pembangkit mikrohidro, solar cell, hingga tungku serbuk gergaji. Sebenarnya, isu besarnya adalah pertanian organik,” ugkap Sisyantoko, direktur eksekutif PPLH Seloliman. Semua media untuk belajar Iingkungan ada dalam center ini.
Sebelumnya, YIH menjalankan edukasi lingkungan secara door to door yang pada akhirnya dianggap tidak efisien. Karena itu, didirikanlah PPLH Seloliman. Lokasi ini dipilih lantaran murah dan media pendidikannya banyak, banyak peninggalan sejarah berupa candi, dekat dengan pemukiman, dan tidak terlalu jauh dan ibukota Jawa Timur.
Sesuai dengan namanya, semua fasilitas di dalamnya dibuat ramah lingkungan. Begitu sampai di gerbang masuk kompleks seluas 3,3 ha ini kita sudah merasakan suasana alami. Gerbang itu berbahan batu dengan genteng tanah liat yang dirambati tanaman. Begitu masuk, suasana bersahabat dengan alam sangat terasa. Jalannya dibiarkan tidak beraspal dan di setiap sudut halaman selalu ada tanaman. Tempat sampah yang disediakan dibuat spesifik untuk sampah tertentu, seperti logam, kaca, plastik, kertas. Sampah organik tak terlalu menjadi persoalan karena memang tidak membahayakan hingkungan. Bangunan-bangunannya pun dibuat efisien dalam penggunaan energi, misalnya dengan menempatkan jendela di sudut bangunan.
PPLH Seloliman terbuka bagi siapa saja yang ingin berkunjung. Dari anak TK hingga perguruan tinggi. Dari komunitas informal hingga organisasi formal.
“Tapi semua itu harus dikoordinasikan dengan kami. Di sini SDM-nya terbatas. Kalau tiba-tiba ada 50 orang berkunjung, kami akan kerepotan,” jelas Toko, panggilan akrab Sisyantoko. Di sini kita dapat menikmati sejuknya udara pegunungan. Di malam hari, kita bisa mendengarkan suara jengkerik dan memandang bintang gemintang di langit. Lebih dari itu, kita juga dapat belajar segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pelestariannya. Misalnya, mengenal ekosistem hutan tropis, pencemaran lingkungan, lingkungan keluarga pedesaan, energi alternatif dan teknologi tepat lingkungan, pengelolaan sampah, serta lanskap dan ansitektur lingkungan.
Untuk itu, berbagai contoh pengelolaan alam dan lingkungan yang baik diperlihatkan. Dari yang sederhana, pemisahan dan pemanfaatan sampah, pemanfaatan energi matahari, hingga bangunan yang efisien dalam penggunaan energi.
Untuk belajar lingkungan, metode pembelajarannya merupakan gabungan antara kegiatan rekreasi / wisata dan pendidikan. Karenanya, terpat ini tak hanya rnenyenangkan untuk orang dewasa, tetapi juga untuk anak-anak TK. Ketika Intisari berkunjung ke tempat ini awal Maret lalu misalnya, tak kurang dari 40 siswa sebuah TK swasta di Mojokerta dengan ceria belajar lingkungan hidup. Mereka diajak mengenal tanaman-tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Mereka juga digiring ke kandang kambing untuk mengenal dan memberi pakan hewan ternak tersebut. Mereka dikenalkan pula pada dunia berkebun.
Sementara anak-anak asyik dengan kegiatan mereka, ibu-ibu mereka dikumpulkan untuk menerima Wawasan baru tentang PPLH Seloliman, lingkungan hidup, dan pelestarian alam. Mereka juga diberi wawasan tentang perlunya menghindari pemakaian pewarna, dan penyedap buatan dalam memasak.
Untuk mendukung kegiatan itu, di PPLH Seloliman tersedia bungalow dan guest house. Setiap bungalow dilengkapi pemanas air bertenaga matahari. Untuk urusan makan, tersedia restoran yang siap melayani kebutuhan makan dan minum.
Tentu saja, fasilitas-fasilitas tersebut juga berorientasi pada lingkungan. Misalnya, bahan makanan yang dimasak di restoran PPLH diutamakan bahan makanan organik. “Kalau tidak begitu, (tujuan) keberadaan kami akan dipertanyakan,” tegas Toko. Masakan tersebut juga tidak menggunakan vetsin.
Untuk keperluan oleh-oleh PPLH Seloliman juga menyediakan kios oleh-oleh. Di sini kita dapat membeli oleh-oleh berupa sayur dan buah yang ditanam secara organik oleh penduduk di sekitar PPLH. Macam-macam keripik hasil kebun organik, misalnya keripik bayem, pisang, dsb, juga tersedia di kios ini.
Mandi awet muda
Dari PPLH Seloliman jangan dulu pulang. Singgahlah ke Candi Petirtaan Jalatunda, masih di Seloliman, letaknya sekitar 2 km dari PPLH. Persisnya di lereng Gunung Bekal, salah satu puncak gunung Penanggungan pada ketinggian 450 mdpl.
Objek wisata sejarah ini berupa candi tempat mandi peninggalan Raja Airlangga. Candi menempati area sekitar 1 ha. Namun, luas candinya sendiri cuma sekitar 200 m2. Bagian tertingginya kira-kira hanya 6 m dari permukaan tanah. Sumber resmi menyatakan, candi ini merupakan candi Petirtaan yang disiapkan Raja Udayana dari Bali yang mempersunting Putri Gunapriyadharmaphatni, ibu Airlangga. Pembangunannya dilakukan pada tahun 997 M dan sampai saat ini, candi telah mengalami pemugaran hingga tiga kali, tahun 1931, 1972, dan 1990.
Candi Petirtaan Jalatunda terdiri atas tiga bagian utama, yakni kolam mandi di kiri kanan candi dengan dinding batu, candi utama di bagian tengah yang dikelilingi saluran air, serta kolam yang menampung air limpahan dari kedua bagian tersebut sebelum dialirkan ke saluran pembuangan. Di kolam penampungan ini terdapat ikan koi beragam ukuran yang terlihat jelas karena airnya sangat jernih. Menurut cerita, air petirtaan ini merupakan air terjernih di dunia.
Di candi ini pengunjung dapat mandi atau melakukan ritual persembahyangan atau ziarah. Maka, jangan heran kalau di salah satu bagian kolam mandi tampak bekas-bekas orang melakukan ritual itu berupa bunga dan dupa.
Ada kepercayaan, orang yang mandi di petirtaan ini bisa awet muda. Selain itu, dengan mandi di sana beberapa penyakit dapat disembuhkan. Cuma, saat mandi kita tidak diperkenankan menggunakan sabun mandi atau sampo.
Menunut Kayun, petugas dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang menjaga candi itu, pengunjung biasanya ramai pada malam Jumat manis (legi) dan bulan purnama. Hanya dengan uang Rp 3.500,-/orang kita dapat memasuki kompleks candi ini. Mau mandi, silakan. Mau berdoa, juga tak dilarang.
Menginap & belajar sehat
Semua objek wisata di atas, sebenannya dapat dicapai dalam sehari kunjungan. Namun enggak ada salahnya kita menginap di kawasan itu. Selain di PPLH Seloliman, penginapan Newstart Indonesia bisa dijadikan alternatif untuk menginap. Letak penginapan ini di Desa Slepi, tak jauh dan ketiga tujuan wisata di atas. Jarak dan penginapan ini ke air terjun Diundung cuma 2,5 km, ke PPLH Seloliman sekitar 15 km, dan perlu 2 km lagi kalau mengunjungi Candi Jalatunda.
Yang istimewa dan penginapan ini adalah kita juga dapat belajar pola hidup sehat ala Newstart dan cara memasak yang benar. Khusus untuk anak-anak, mereka dapat juga mengikuti paket healthy tour. Di dalamnya termasuk belajar tentang tanaman organik.
Bagaimana cara mencapainya? Kalau Anda hendak ke sana dari Surabaya atau Malang, Anda mesti menuju kota Pandaan terlebih dahulu. Dan sana Anda menuju Trawas. Sayang sekali, kendaraan umum menuju kawasan ini terbatas. Kalau menggunakan kendaraan umum, ada dua pilihan yang bisa Anda pilih: minibus jurusan Trawas atau ojek. Keduanya dari terminal bus Pandaan. Kalau menggunakan minibus, bersabarlah. Pemberangkatan kendaraan umum ini lumayan lambat karena penumpangnya jarang. Kalau mau Cepat, gunakan ojek dengan ongkos yang lumayan mahal. Tentu saja, yang paling nyaman memang membawa kendaraan sendiri.
Sumber : Majalah Intisari
Foto : Majalah Intisari
I Gede Agung Yudana