Di kaki Gunung Salak, berderet tenda bundar berangka besi dan bambu ditutupi terpal putih. Diantara tenda-tenda yang seolah membentuk perkampungan itu, terpasang lampion-lampion aneka warna. Ini sebuah upaya "mengcangkok" Mongolia kecil di Gunung Salak.
Mongolian Camp - begitu manajemen The Highland Park Resort - Hotel menyebut kawasan tersebut - berada di kawasan Sinarwangi, Desa Sukajadi, Kecamatan Bogor, Jawa Barat. Tenda-tenda tersebut berada di lahan terbuka di kaki Gunung Salak dengan ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut.
Bagi mereka yang jenuh dengan kepadatan Jakarta, dan polusi udara, kawasan ini bisa menjadi salah satu opsi selain Puncak yang sudah padat dengan restoran dan hotel serta macet saat libur akhir pekan. Jarak dari Kota Bogor menuju lokasin tersebut sekitar 10 kilometer ke arah barat. Udaranya cukup sejuk dengan tawaran lanskap pegunungangan dan perkebunan bunga.
Sejak diluncurkan pada Mei 2011, manajemen Mongolian Camp baru menyediakan sebanyak 31 tenda untuk kamar tidur dan 2 tenda untuk ruang pertemuan. Setiap kamar tidur bisa dihuni 2-6 orang. Tenda-tenda ditata jadi dua barisan yang berhadapan, dipisahkan tanaman kecil yang dilengkapi bangku-bangku batu kecil. Pepohonan yang tingginya baru 1-1,5 meter memagari sebagian sisinya.
Bentuk tenda itu tidak sepenuhnya bundar. Bagian atas tenda agak mengerucut. Sementara di bagian luar terpal masih terlihat sisa-sisa ornamen tempelan yang memberi kesan etnik, tetapi kini dicopot untuk dipercantik ulang. Bentuknya sederhana dan didesain sedikit menyerupai ger, tenda bundar milik bangsa Mongolia yang hidup nomaden.
Kendati tampilan luar tenda tersebut biasa saja, interiornya seperti di kamar hotel berbintang. Lantai dilapisi marmer dan ruangan dilengkapi penyejuk udara, kursi mini, tempat tidur, telepon , dan televisi layar datar. Kamar mandi dari bangunan permanen yang "ditempelkan" ke tenda tersebut dilengkapi air panas.
Dari dalam tenda, garis-garis rangka bambu terlihat jelas. Sementara kain aneka warna - merah, kuning, biru, dan jingga - melapisi dinding tenda hingga atap tenda. Mebel kayu dengan warna hitam mendominasi kamar. Namun sayang, ornamen etnik di dalam tenda tersebut masih kurang menunjukkan Mongolia. Selain itu, konstruksi kayu yang menjadi "roh" ger juga diganti dengan bambu dan besi yang lebih praktis.
John Man dalam bukunya Jengis Khan: Legenda Sang Penakluk dari Mongolia, menuturkan, keberadaan ger mengingatkan bahwa, untuk hidup nyaman, pengembara-pengembara Mongolia membutuhkan hutan sebagai "pelabuhan" mereka. Ini karena kayu-kayu yang digunakan sebagi kisi-kisi dan jeruji atap ger terbuat dari kayu yang tak akan ditemukan di padang rumput, tetapi di hutan.
Franky Ibrahim, General Manager The Hingland Park Resort - Hotel mengatakan, pihaknya sengaja tidak sepenuhnya mengadaptasi tenda tradisional Mongolia untuk kenyamanan pengunjung. Daud (55) mendapat konsep itu saat mengunjungi hotel resor yang menawarkan konsep serupa di Kanada. Ia lalu mendatangi Mongolia untuk melihat ger yang ali. Namun, ia memutuskan memberi modifikasi untuk kenyamanan pengunjung.
Selain menyedikan tenda Mongol modern, pihaknya juga melengkapi diri dengan aneka permainan, seperti lapangan futsal semi tertutup, mini waterboom, flying fox, trek joging, kebun bunga, dan permainan air soft gun .
"Pengunjung yang menginap bisa mendapatkan fasilitas gratis menggunakan mini waterboom, lapangan futsal, dan trek joging, " tutur Franky, seraya menambahkan, pihaknya akan mengembangkan arena panahan dan pacuan kuda di kawasan itu.
Untuk mencoba bermalam di ger modifikasi itu dan sedikit menyesap "rasa" Mongolia, pengunjung harus membayar Rp.2 juta-Rp.2,5 juta per malam, termasuk makan untuk dua orang.
Menurut Franky, pengunjung yang sekadar ingin menikmati fasilitas non menginap juga bisa mendatangi Mongolia Camp. Selain itu, pengunjung juga bisa mencicipi aneka makanan yang ditawarkan di restoran. mulai dari menu tradisional, menu Bara dengan aneka steak, hingga menu Mongolia, seperti Khanate Lamb, yakni steak kambing yang dihidangkan dengan saus khas Mongolia, kentang, dan sayuran.
Jika sekadar ingin makan, pengunjung bisa juga menikmati destinasi wisata di sekitar Mongolian Camp. Sekitar 700 meter dari lokasi itu terdapat Curug Nangka dan Pura Agung Jagakartha sebagai pura terbesar di Pulau Jawa.
Oleh Antony Lee
Sumber Kompas 27 Agustus 2011