Matahari masih malu-malu di ufuk timur, tetapi Theresia Josepine sudah ada di trotoar di Jalan Merdeka Kota Bogor, memanggul ransel penuh berisi perlengkapan berkemah. Tawanya lepas ketika melihat tiga teman yang ditunggunya datang. “Pukul 06.00 sudah di sini, takut ketinggalan. Enggak sabar ingin lihat Kawah Ratu,” katanya.
Empat sekawan yang tinggal terpencar di penjuru Bogor itu memang sepakat bertemu di Jalan Merdeka pukul 07.00 untuk kemudian sama-sama menuju kawasan wisata Gunung Bunder di Pamijahan, Kabupaten Bogor. Mereka ingin berwisata ke Kawah Ratu di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimiln Salak (TNGHS).
Kawah Ratu menjadi salah satu andalan obyek wisata yang ditawarkan TNGHS. Di kawah seluas 12,36 hektar yang terletak diketinggian 1.365 meter di atas permukaan laut (dpl), yang ditawarkan tentu pemandangan hutan dan gunung yang masih asli alias alami. Apalagi kawasan ini semakin terlindungi dan tangan-tangan penjarah liar setelah TNGIIS diresmikan pada 2003.
Di Kawah Ratu, bisa dilihat kasat mata semburan-semburan gas belerang dari jarak relatif dekat. Jika ada belerang, biasanya mudah ditebak tak jauh dari lokasi tersebut pasti ada aliran air panas dan hangat. Terbayangkan nyamannya merendam kaki di air hangat di atas gunung?
Terbakar oleh iming-iming keindahan pemandangan membuat Theresia, Sri, dan dan kawannya makin tak sabar mencapai Kawah Ratu. Menuju lokasi ini bisa pakai mobil pribadi ataupun kendaraan umun.
Kali ini Theresia dan grup pelancong kecilnya memilih menumpang angkutan umum. Kelompok kecil ini memilih rute angkot Kota Bogor menuju Ciawi. Dari Ciawi, perjalanan dilanjutkan dengan angkot lain jurusan Cidahu. Theresia mengatakan, selain menuntaskan cita-cita melihat Kawah Ratu, mereka akan berkemah semalam di
bumi perkemahan Bajuri.
Sekitar satu jam kemudian, angkot yang mereka tumpangi telah sampai di depan Kantor Balai TNGHS Resor Gunung Salak II di Gunung Bunder. Kalau mau menikmati keindahan alam Kawah Ratu, wisatawan wajib melapor dulu ke petugas TNGHS. Pengunjung wajib mematuhi peraturan pendakian wisata yang ditentukan mereka.
Selesai membereskan semua perizinan, mereka bergegas menuju pos Pintu Gerbang Pasir Reungit, yang jauhnya sekitar 300 meter dari Balai TNGHS. Dari pos itu wisata dimulai, menelusuri jalur Pasir Reungit untuk sampai di Kawah Ratu.
“Jalur Pasir Reungit cocok untuk mulai hiking karena jalur pendakiannya lebih landai dan banyak pemandangan alam yang dapat kita nikmati. Pulangnya kita lewat Jalur Cangkuang,” kata Sri, teman Theresia yang sudah berkali-kali mendaki Gunung Salak
Dua jam
Panjang jalur Pasir Reungit ke Kawah Ratu sekitar 3,6 kilometer, dengan waktu tempuh dua jam atau lebih, bergantung pada stamina dan minat wisatawannya. Di sepanjang jalur ini banyak pemandangan menyegarkan yang bisa dinikmati berlama-lama sambil menstabilkan napas yang mulai ngos-ngosan.
Di jalur setapak bertanah merah dikeliingi pohon-pohon tinggi, bau segar daun-daun basah dan dingin selalu menyergap meskipun keringat bercucuran. Lumut hijau yang tebal tumbuh di mana-mana menutupi batang kayu, batu, dan tanah. Hujan sering turun tak terduga di kawasan ini. Jadi, jangan lupa baju ganti dan gunakan sepatu yang membungkus hingga ke mata kaki.
Keempat sahabat berpetualang ditemani beberapa pemuda local yang telah dididik oleh TNGHS menjadi pemandu wisata pendakian. Mereka menembus jalan setapak sedikit menanjak dan berupa lorong yang terbentuk dari rimbunan tajuk pohon belukar. Kalau tinggi tubuh lebih dari 150 sentimeter, siap-siap bungkukkan badan.
Begitu keluar dari lorong belukar, langsung terpapar areal terbuka dekat Kawah Paeh 1 dan Kawah Paeh 2. Di dua kawah mati itu, tidak ada semburan gas belerang, tetapi kita bisa melihat batang-batang pohon coklat kehitaman akibat terbakar. Warna batang kayu itu kontras dengan tanah putih sekitar kawah.
“Beberapa menit lagi sampai Kawah Ratu,” kata Sri.
Kalau jalur menuju Puncak Salak 1, lanjut Sri, medannya lebih berat dan banyak tanjakan nyaris tegak lurus. Susah membayangkan mendaki ke puncak? Lebih baik tinggalkan jalur sulit itu untuk para pendaki profesional. Pemandu membimbing mereka berhenti di hulu Cigema. Grup pelancong kecil ini pun mengikuti pemandu mereka yang langsung meminum air sungai nan jernih ini.
Akhirnya sampai juga kami di Kawah Ratu. Di kawah yang masih aktif ini, menurut data TNGHS, sedikitnya ada 200 titik semburan gas. Gas belerang menumbuhkan awan putih pekat berbau tajam. Awan ini berarak membubung dan akhirnya menghilang tersapu angin gunung. Dari kawah itu mengalir air panas yang bersatu dengan mata air Cikuluwung sehingga air hulu sungai itu selalu hangat.
“Pantas ya banyak orang yang ke Kawah Ratu. Pemandangan alamnya memang mengagumkan. Kita harus ke sini lagi,” kata Theresia malam harinya saat terbungkus kantung tidur di dalam tenda di bumi perkemahan Bajuri. Di luar tenda, angin malam menderu memecah kesunyian Gunung Salak
(RATIH P SUDARSONO)
Sumber : Harian Kompas 25/07/2009