Asyiknya Bersepeda di Kota Tua



Bersepeda di bawah terik matahari di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, apa enaknya? Bisa jadi Anda yang biasa mengendarai kendaraan bermotor akan ngeri membayangkannya. Tahukah Anda, naik sepeda keliling kawasan wisata Kota Tua ternyata mengasyikkan. Tak percaya? Coba saja.

Panas terik terasa menyengat di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, pada Kamis (2/7) siang. Arus lalu lintas, seperti biasa, cukup padat. Dimyati, pengojek sepeda ontel (sebutan untuk sepeda tua) tampak tak terpengaruh sengatan panas dan padatnya lalu lintas. Dengan tenang ia terus mengayuh sepeda yang kami tumpangi. Sepeda tua itu meliuk-liuk di antara mobil, motor, dan bajaj. Terselip rasa khawatir sepeda kumbang itu akan menyenggol bagian kendaraan di sisi kiri-kanan, tetapi kelihaian lelaki berusia 50 tahun asal Pekalongan, Jawa tengah, itu pantas diacungi jempol.

Sekalipun kadang ia harus turun dari sepeda, perjalanan sejak dari depan Museum Bank Mandiri Jalan Lapangan Stasiun 1 Jakarta Barat, Toko Merah, Jembatan Gantung, Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, sampai Museum Fatahillah berjalan mulus. Sepanjang jalan sepeda ontel melaju mulus.

Sesekali saya membantu mengangkat tangan sebagai kode meminta jalan kepada sesama pemakai jalan saat Dimyati menyeberangi jalanan yang ramai. Pengemudi truk, mobil, atau motor pun maklum lalu mengurangi laju kecepatan untuk memberi kesempatan kami lewat.

Kawasan Kota Tua adalah wilayah tersohor di Ibu Kota. Sejak lama, ia dikenal sebagai area kaya bangunan tua bersejarah yang masuk dalam cagar budaya. Mereka yang paham sejarah berdirinya kota Jakarta pasti menganjurkan untuk pergi ke Kota Tua jika ingin melihat gambaran kota Jakarta tempo doeloe.

Anjuran tersebut benar adanya Jika hanya ingin melihat sisa bangunan sebelum kota Jakarta berdiri, cukuplah berkeliling wilayah itu untuk menikmati keindahan arsitektur bangunan kuno yang kini berstatus dalam perlindungan pemerintah.

Bila ingin serius mengetahui awal berdirinya Jakarta, masuklah ke museum atau bangunan bersejarah di kawasan itu. Cikal bakal pendirian kota Jakarta sesungguhnya berawal dan Pelabuhan Sunda Kelapa yang tetap bertahan menjadi pelabuhan rakyat.

Sekitar satu kilometer dari pelabuhan terletak Pasar Ikan Sunda Kelapa yang dahulu menjadi tempat berniaga pedagang antarsuku bangsa. Di seberang pasar yang kini menyediakan peralatan memancing bagi nelayan serta barang dagangan lain, seperti rebana, terdapat Museum Bahari.

Sekalipun tampak kurang terawat, di sini kita bisa melihat tembok tebal buatan tahun 1700-an yang menjadi benteng kota dengan daun pintu kayu asli yang unik. Museum Fatahillah wajib dikunjungi karena Anda akan mendapat gambaran kehidupan warga dan pemerintahan kota Jakarta zaman dulu. Lukisan dipajang di ruang tempat hakim bersidang untuk mengingatkan para hakim agar bertindak adil. Adapun pelaksanaan hukuman dilakukan di alun-alun (sekarang taman) Fatahillah yang bisa dilihat dari balkon museum.

Selain melihat museum-museum yang memuat sejarah kota Jayakarta (kelak berubah nama menjadi Batavia lalu Jakarta) yang pertama kali didirikan oleh Fatahillah, di kawasan Kota Tua juga ada Museum Bank Mandiri, Bank Indonesia. Ada pula Museum Seni rupa dan Keramik, Masjid Luar Batang, Museum Wayang, dan lainnya.

Letak museum ini sebenarnya saling berdekatan, tetapi karena saat ini di kawasan Kota Tua berlaku jalan satu arah, jika Anda naik mobil, lokasinya bisa menjadi lebih jauh. Dengan naik sepeda ontel, meski agak rawan, acapkali pengojek sepeda memilih jalan pintas agar lebih dekat. Persoalannya, para pengojek sering pula melawan arus walau umumnya mereka lakukan dengan amat hati-hati.

Oleh karena tak semua museum memberi info rinci, sebaiknya mintalah pemandu (guide) mendampingi saat berkeliling museum. Di museum Bahari yang menampilkan macam-macam perahu nusantara terdapat tujuh pemandu, antara lain Sukmajaya. Demikian pula di Museum Fatahillah. “Tanif pemandu biasanya Rp 25.000,” kata seorang petugas di Museum Bahari.

Bagian lain yang juga menarik dikunjungi adalah Pelabuhan Sunda Kelapa. Wisatawan melihat kegiatan bongkar muat barang dan naik sampan atau kapal motor ke ujung pelabuhan dengan tanif Rp 50.000 per perahu (bisa memuat 5 orang). Setelah sekitar tiga jam berkeliling, perjalanan dengan Dimyati berakhir. Alhamdulillah,” katanya dengan ceria saat menerima uang carter ojek yang ia minta sebesar Rp.20.000,- plus tips....

Boleh Carter Ojek atau “Ngayuh” Sendiri

Kawasan Kota Tua adalah salah satu wilayah wisata di Jakarta yang sekaligus merupakan kawasan bisnis. Wajar kalau arus lalu lintas di “kota” demikian orang menyebutnya acapkali macet atau padat sepanjang hari. Kondisi ini sering menyurutkan minat wisatawan lokal berkunjung ke sana. “Ah malas. Macet dan panas,” begitu alasan mereka.

Ratusan atau puluhan ojek sepeda yang mangkal di jalan-jalan dalam kawasan itu tetap tak menarik perhatian pengunjung untuk datang ke sana. Akhir-akhir ini komunitas sepeda ontel makin sering mengadakan acara di Kota Tua. Nah, faktor itu, ditambah perilaku pengojek sepeda yang berupaya membuat penumpangnya merasa aman, pelan-pelan mengikis ketakutan bersepeda di keriuhan lalu lintas Kota Tua.

Pengunjung Kota Tua cenderung bertambah, terutama saat libur panjang seperti sekarang. “Biasanya hanya ramai hari Sabtu dan Minggu, tetapi saat liburan sekolah pengunjung bertambah dua kali lipat,” kata Sarkawi, pemilik usaha penyewaan sepeda di Taman Museum Fatahillah, Kamis (2/7).

Sarkawi langsung mencium celah bisnis. Tahun 2004, ia membuka usaha penyewaan sepeda di Taman Fatahillah. Kini, di taman tersebut ada beberapa usaha penyewaan sepeda ontel. Wisatawan mancanegara dan lokal banyak menyewanya untuk berkeliling kawasan wisata Kota Tua atau naik sepeda hanya di sekitar taman. Sarkawi yang menyewakan 16 sepeda, sebagian di antaranya sepeda berusia di atas 50 tahun, menyediakan jasa sewa sepeda saja atau menyewakan sepeda plus tenaga pemandu wisata.

Maksudnya, bila tamu yang menyewa sepeda untuk berkeliling Kota Tua ingin diantar, ia menugaskan anaknya menemani si tamu ke mana pun. Pemandu memiliki kartu anggota yang dikeluarkan museum dan rompi baju sebagai identitas. Ia tak hanya menunjukkan tempat bersejarah, tetapi juga menceriterakan secara singkat sejarah tempat itu. Tarif sewa sepeda per jam Rp 20.000 di Taman Fatahilah. Namun, jika ingin bersepeda keliling Kota Tua, penyewa cukup membayar Rp 25.000 lalu bisa memakai sepeda sepuasnya diiringi pemandu jasa yang juga bersepeda. Penyewa juga mendapat pinjaman topi model tempo doeloe.

Apabila ragu naik sepeda sendirian, lebih baik mencarter pengojek sepeda untuk mengantar Anda pergi ke tempat-tempat bersejarah di kawasan itu. Pengojek sepeda biasanya tahu nama tempat bersejarah, lokasi, dan sedikit ceriteranya. Nah, soal tarif, silakan bernegosiasi sendiri, tetapi umumnya pengojek sepeda tidak ngotot menerapkan tanif mahal....



Sumber : Harian Kompas
Foto : Harian Kompas
Soelastri Soekirno

Popular Posts

counter