Menikmati 'Selingkuh' di Pulau Pramuka




Ada satu hal yang menyenangkan tiap kali mengunjungi suatu daerah: menengok pasar tradisionalnya. lnilah tempat dan kesempatan terbaik mengenal langsung kehidupan masyarakat setempat. Kadang-kadang kita dapat kejutan unik seperti yang ada di Pulau Pramuka.

Matahari masih memicingkan sebelah matanya kala saya dan Tri menghirup udara segar yang bertiup dari laut belakang Pulau Pramuka April 2006. Bersepuluh kami memilih wisma Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKS) sebagai tempat menginap selama berakhir pekan. Dengan ransel kecil dan dry bag (tas kedap air) berisi kamera, kami meninggalkan teman-teman yang memilih tetap meringkuk di matras nyaman pada Minggu pagi itu

Dan gerbang belakang wisma, perlahan kami menyusuri jalan-jalan kecil yang membelah deretan rumah penduduk. Pada pukul enam pagi, semua rumah sudah membuka pintu dengan sebagian penghuni terlihat di serambi. Ada yang sekadar duduk santai sambil memangku sikecil. Ada yang sudah sibuk melayani pembeli sarapan di warung kecilnya. Inilah yang kami cari. Nasi uduk berlauk lengkap - mihun goreng, telur, ikan balado, semur tahu, kentang, jengkol, sambal kacang, dan kerupuk. Rumah sebelahnya menjajakan siomai khas pulau yang dulu bernama Pu!au Elang Ini – gumpalan sagu, terigu kecokelatan dicampur cincangan ikan. Rasanya, hmm, kalah jauh dari sioinai Bandung yang ngetop itu.

Di rumah seberang, ada bangku kecil menyanggah tampah yang dipenuhi dua macam panganan kecil. Ada ce1orot, terigu sagu manis yang digulung janur membentuk kerucut. Satu lagi dibungkus daun pisang seperti lemper, ”Ini selingkuh,” kata si penjual, ibu bertubuh gempal berbalut daster, saya cicipi, oh, teryata ketan berisi ikan cincang. “Ikan kembung,” tukas sipenjual. “Ah, bohong. Paling tongkol!” timpal tetangganya yang lewat. Mereka tertawa-tawa kecil. Lumayanlah, bisa “berselingkuh” dengan bujet seribu perak. Makan dua potong pun cukup kenyang.

Di lorong-lorong kami berkali-kali berpapasan dengan ibu-ibu penjual makanan jajanan dalam gerobak. Ada bubur kacang, empek-empek, atau sukun goreng khas Pulau Pramuka. Juga penjaja sayur. Di mana pasar tradisionalnya? Ternyata diwakili ”pasar kaget” di teras sebuah rumah besar di pojok jalan. Sayur-sayuran, buah, tempe, tahu, bumbu dapur digelar berkelompok. Penjajanya ibu-ibu juga.

Puas memotret, kami kembali ke wisma, menjumpai teman-teman se menikmati sarapan nasi plus sup ayam, ikan goreng disambali , dan kerupuk ikan seharga Rp.10.000,-yang dipesan dari jasa boga wisma. ”Lebih praktis, enak, dan murah ‘kan?” simpul Ade yang mengatur perjalanan kami. ”Soalnya lengkap dengan buah dan lauknya beberapa macam.” Memang betul, tapi saya lebih suka bertualang rasa dari perburuan

Mereka belum mandi karena jadwal berikutnya adalah snorkeling di dermaga depan Pramuka. Saya memilih memisahkan diri. Lebih tertarik melihat Bu Saadah yang tinggal 200 m dari wisma, mengolah krupuk ikan,:sukun, dan dodol rumput laut yang teIah kami beli untuk oleh-oleh.

Ikut melepas tukik

“Saya hanya menghabiskan Rp 200.000,- 250.000,- untuk wisata menginap semalam di Pulau Pramuka,” Ade, rekan saya suatu saat di awal 2006. Ia sudah melakukannya tiga kali. Menarik juga untuk dicoba, walau saya mengakrabi Kepulauan Seribu untuk menyelam sejak awal 2001. Tinggal di resort macam Pulau Sepa dan Kotok Besar Barat, saya mesti merogoh kocek dari Rp.600.000,- (tak menginap) sampai Rp.1,1 juta (menginap semalam). Itu sebelum kenaikan BBM 100% sejak 5 Oktober 2005.

April 2006 itu, saya berwisata bahari dengan gaya baru . Sabtu padi pukul 06.00, kami bersepuluh berkumpul di perempatan Grogol, Jakarta Barat, lalu naik angkot no. 01 jurusan Muara Angke. “Biasanya tarif per orang Rp.3000,- tapi hanya sampai depan pusat pelelangan ikan Muara Angke. Biar diantar sampai dermaga Muara Angke, tarif kita tambah Rp 1.000 per orang,” urai Ade.

Pukul 06.30, kami naik ojek kapal kayu berukuran 20 x 5 m, semacam feriekonomi jurusan Pulau Pramuka – Pulau Panggang yang letaknya berseberangan. Kami duduk lesehan bersama 30-an penumpang lain, termasuk 20-an wisatawan Korea yang mau menginap di Vila De’Lima. Bagian belakang kapal dipenuhi berpeti-peti telur, botol kecap, saus, dan beberapa sepeda motor yang diikat erat-erat ke badan kapal. Suasananya berbeda sekali dengan speedboat 50 penumpang dalam dua baris tempat duduk yang biasa saya. tumpangi dari dermaga Marina Ancol. Dengan ojek kapal bertiket Rp 25.000,- per orang, perjalanan ditempuh sekitar 2,5 jam. Sementara dengan speedboat bertarif Rp 100.000,- per orang hanya butuh waktu satu jam untuk sampai di Pulau Pramuka.

Kami tiba di dermaga Pulau Pramuka sekitar pukul 09.00, disambut kuli gerobak yang menawarkan jasa mengangkut barang. Setelah istirahat menyejukkan diri sejenak di Wisma Balal TNLKS yang dilengkapi pendingin udara, kamar mandi di dalam, kami menuju penangkaran penyu sisik (Eretmochelys imbricata) di sebelah.

Di sini ada program semi alami, telur-telur dipindahkan dari tempat bertelur di Pulau Peteloran Timur, di ujung utara Kepulauan Seribu. “Kalau baru menetas tempurungnya masih 1unak,” kata Pak Salim, petugas TNLKS, mengambil satu tukik (anak penyu) dari salah satu ember-ember berpasir tempat penetasan. Saya elus tempurungnya, ya, benar! Pak Salim kemudian menaburkan sejumlah cincangan ikan pada tukik-tukik di bak-bak penampungan berair laut.

Beberapa tukik juga dilepaskan. “Hadapkan ke pulau, biar dia berputar mencari laut,” kata Pak Salim. Ya, ya, ada tukik yang langsung bergerak, ada yang masih ragu-ragu. Tertatih-tatih di pasir, begitu menyentuh air langsung melesat berenang. Kendati akan berkelana ribuan kilometer, penyu akan kembali ke tempat pertama ia dilepaskan untuk bertelur. “Dari 100 penyu yang dilepas, satu saja yang bisa selamat sampai dewasa, itu sudah bagus.”

Kami masih sempat menengok rumah jaring kupu-kupu di kompleks Wisma - ragam wisata pendidikan dan pelestarian terbaru di sini yang menampilkan beragam kupu-kupu hidup dari pelosok Tanah Air - sebelum mengenakan pakaian renang untuk petualangan bahari.


”Kita patungan sewa perahu Rp. 110.00,-dan tip pemandu Rp 60.000,- per hari ya,” kata Ade. Kali ini Ade memilih Elang Eko Wisata, biro wisata milik penduduk setempat . Variasi aja, dulu Ade memilih jasa dari Balai TNKLS. Perahu mengantar kami ke keramba apung milik perusahaan pemelihara bandeng, kerapu, dan udang. Ah, ribuan bandeng hilir mudik dalam tambak-tambak apung itu.

Sebelumnya kami mampir ke baliho apung Balai TNLKS yang di sekitarnya ada program pencangkokan karang milik nelayan setempat. Di sini bisa snorkeling walau harus hati-hati jangan sampai merusak karang cangkok itu.

Perjalanan berlanjut ke Pulau Semak Daun berpasir putih tak jauh dan Pulau Pramuka, Pulau Balik Layar, dan Pulau Air.

“Pemandu akan menawarkan pulau-pulau lain kalau kita sudah pernah ke situ,” kata Ade. Tak menyelam, snorkelingpun jadi untuk menikmati indahnya terumbu karang. Biaya sewa seperangkat peralatan snorkeling (masker, selang napas, kaki katak) plus rompi pelampung yang wajib pakai demi keamanan) Rp. 45.000.- untuk Sabtu dan Minggu.

Asyik juga. Saat pulang sore, ada lumba-lumba melintas di depan dermaga Pramuka! Kami menunggu Matahari terbenam sebelum kembali ke wisma, mandi, makan malam, dan tidur! Minggu siang, setelah gerombolan Ade puas ber-snorkeling lagi di dermaga Pramuka, saya bergabung dengan mereka yang telah segar sehabis mandi, siap-siap di dermaga pukul 14.00 untuk kembali ke Muara Angke dengan ojek kapal. Ransel mereka telah terisi dengan oleh-oleh khas Kepulauan Seribu: dodol rumput laut, keripik sukun, kerupuk ikan, dan tangan menenteng kotak bandeng cabut duri beku.

Di dermaga sebelah, bersandar KM Lumba-lumba, feri pemerintah yang menuju Marina Ancol. Tarifnya lebih mahal sedikit, Rp 35.000,- per orang, dengan waktu tempuh sama, 2,5 jam. Dan ada tambahan biaya masuk kawasan Ancol Rp 10.000,- per orang. Jam berangkat dan pulangnya lebih pasti, pukul 08.00 dari Marina dan pukul 14.30 dari Pramuka. Sementara ojek kapal bisa beberapa kali sehari pergi pulang.

Ingat kenakan topi!

Pada kesempatan berikutnya, saya kembali berwisata bahari ke Pulau Pramuka. Kali ini ikut rombongan Intisari bekerja sama dengan Balai TNLKS. Walau cuma perrjalanan sehari, pergi pagi pulang petang dari Marina Ancol, ada dua programnya yang saya incar: dalam perjalanan pulang akan mampir di Pulau Kotok Besar Barat dan Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Maklum, untuk ke Pulau Rambut tak sembarangan orang bisa masuk, harus mengurus izin dulu ke PHPA Kehutanan setempat.. Jadi, Ini kesempatan yang mesti disambar.

Pulau Kotok Besar Barat adalah resort berkonsep alami. Letak pondok-pondok tamu berjauhan, dirimbuni tanaman suji, kembang sepatu, dan pepohonan khas pesisir macam kelapa dan pandan pantai yang akar gantungnya menjulang tinggi. Menyusuri pantai pasir putih yang dipenuhi kelomang , di perairan tepi di antara padang lamun, kalau jeli, kita bisa menemukan anak-anak ikan pari, tripang dan kepting.

Hewan laut memnag gemar bertelur dan membesarkan anak-anaknya di situ. Dipantai bagian belakang, ada menara pandang untuk menikmati bayangan karang di beningnya air laut yang tenang. Atau mengamati sejumlah elang bondol (Haliastur indus), Si maskot Jakarta, dalam kandang besar jaring kawat beberapa meter dari situ. Satwa-satwa itu sedang menjalani program penyesuaian pelepasliaran.

“Pakai topi, ya,” wanti-wanti petugas TNLKS kala kami mendarat di surga burung Pulau Rambut. Ya, biar kepala kita tak kejatuhan “ranjau” dari gangau blekok, pecuk ular, dan lain-lain yang berterbangan..Di sini pun ada menara pandang yang membuat kita lebih bebas mengamati elang bondol melayang. Saat menyusuri rimbunan semak menuju pantai, sempat terlihat ada biawak sedang memasuki liangnya di sekitar pohon besar.

Walau belum puas di sini, lumayanlah, kali lain saya ingin ikut rombong Sahabat Burung Indonesia untuk lebih leluasa mengamati kehidupan liar di sini. Lima belas menit kemudian kami merapat di Marina Ancol.

Note : tulisan di ambil dari perjalanan penulis pada tahun 2006. Untuk biaya tranportasi dan akomodasi, sedikit mengalami perubahan.


Sumber : Majalah Intisari
Foto : Majalah Intisari
Christantiowati

Popular Posts

counter